Pertengahan Desember 1940, Surabaya terlihat ramai. Maklum, kala itu Nahdlatul Ulama dan ANSOR Nahdlatul Oelama (ANO) sedang melangsungkan Muktamar ke 15 (NU) dan Kongres ke-5 (ANO) gabungan yang dipusatkan di Kebun Raya, Standstuinnsgebouw, yang berdekatan dengan kantor Gubernur Jawa Timur.
Muktamar NU dan Kongres ANO yang digabung ini dihadiri 1.232 orang terdiri dari 474 Ulama, 276 Pengurus NU non Ulama, 78 Tokoh ANO, 19 Tokoh Muslimat NU, 17 orang Konsul Daerah, 17 Tokoh Puncak HBNO dan 351 Panitia.
Barisan Ansor Nahdlatul Oelama, BANOE (kini BANSER) juga melangsungkan Mubarozah (apel dan Perkemahan jambore) yang ditempatkan di lapangan Kedungdoro Surabaya.
Jelang pembukaan Muktamar dan Kongres, barisan besar BANOE penuh heroik mengadakan taptu (pawai obor) disambung dengan atraksi pencak silat keliling kota kelahiran NU, Surabaya, dibawah pimpinan Imam Suparlan Suryoseputra, Inspektur Umum Kwartir Besar BANOE.
Surabaya benar-benar meriah, suara gendering, drum band, rebana dan terompet menambah semarak pawai pertama barisan besar BANOE, sayap ANSOR yang disahkan di Kongres ke-3 April 1938 dan diizinkan resmi oleh HBNO lewat Muktamar ke-13 di Menes bulan Juni pada tahun yang sama.
Mendengar gemuruh pawai BANOE tersebut, para ulama yang masih pro-kontra terhadap alat permainan dan bunyi-bunyian semakin terdorong untuk segera membahas.
Dan begitu upacara Pembukaan selesai, langsung diadakan siding komite khusus Syuriah yang beranggotakan 44 Ulama guna membahas hokum gendering dan terompet. Persidangan ulama berlangsung alot dan tegang. Sebagian besar anggota sidang menghukumi boleh/jawaz dan sebagian lainnya menghukumi Haram.
Muktamar ke 15 NU di Surabaya ini juga menghasilkan keputusan sebagai berikut:
- Memilih kembali Hadratussyaikh KH.M. Hasyim Asy’ari sebagai Rais Akbar, KH. Abdul Wahab Chasbullah sebagai Katib Aam dan KH. Mahfudz Siddiq sebagai Ketua Tanfidziyah PBNU.
- Memberi dukungan atas terpilihnya KH. A. Wahid Hasyim menjadi Ketua Dewan MIAI, dan siap memberi bantuan kepada yang bersangkutan dalam melaksanakan tugasnya, baik yang bersifat nasional maupun internasional.
- Menyetujui rencana program yang telah disusun oleh Ketua HBNO Bagian Ma’arif, KH. A. Wahid Hasyim.
- Menyerahkan rencana reglemen (peraturan) pertanian NU kepada HBNO.
- Mengesahkan reglemen Ansor NU (termasuk pakaian seragamnya/uniform, lagu resmi mars “al-iqdam” dan segala atribut Barisan Ansor NU). Sidang Komite Khusus Syuriah telah mengambil keputusan tentang pemakaian terompet dan genderang Barisan Ansor NU dengan perbandingan: jawaz (35 suara), haram (5 suara), dan abstain (4 suara). Keputusan Sidang Komite Khusus Syuriah tersebut dibenarkan oleh sidang lengkap Syuriah muktamar.
- Memberi kuasa kepada HBNO untuk merancang rencana penggunaan uang kas masjid yang dikuasai oleh kantor-kantor kepenghuluan untuk kemaslahatan kaum muslimin.
- Mendesak pemerintah untuk mengabulkan beberapa mosi permohonan yang menjadi keputusan Muktamar NU ke-14 di Magelang yang belum ada reaksi dari pemerintah.
Pada muktamar ini pula, NU telah yakin bahwa kemerdekaan akan segera tercapai. Sehingga perlu mengadakan rapat tertutup guna membicarakan siapa calon yang pantas menjadi presiden pertama Indonesia (konvensi pemimpin Indonesia).
Menurut KH. Abdul Halim dalam “Sejarah Perjuangan KH. Abdul Wahab”, rapat rahasia ini hanya diperuntukkan 11 orang tokoh NU yang dipimpin oleh KH. Mahfudz Siddiq dengan mengetengahkan dua nama: Ir. Soekarno dan Muhammad Hatta.
Rapat berakhir dengan kesepakatan: Ir. Soekarno calon presiden pertama, sedangkan Muhammad Hatta (ketika itu hanya mendapatkan dukungan satu suara), sebagai wakilnya.
Inilah Konvensi pemimpin Indonesia yg pertama dan NU meletakkan dasar-dasar memilih kepemimpinan negeri secara obyektif, penuh keluhuran bersandarkan pada nilai agama dan spirit nasionalisme Indonesia.
Sejak awal NU mendorong tercapainya kemerdekaan Indonesia. Disaat senjakala kekuasaan penajajah di Indonesia nyaris runtuh, NU telah menggodok dan mengeluarkan sikap resmi siapa yang layak menjadi pemimpin negeri ini.
Sedangkan beberapa keputusan menyangkut Ansor Nahdlatul Ulama yang patut dicatat; setiap anggota ANO wajib memakai uniform dan semua alat-alat unifom harus dibeli di bagian technisch Magazjin PB ANO, setiap anggota ANO wajib berlangganan suara NU dan ANO, Anggota ANO tidak diperkenankan memasuki Perpindo.
Keputusan tersebut menunjukkan bahwa organisasi ANO mulai menitikberatkan pada peningkatan disiplin anggota, mengadakan kontak hubungan dengan ormas pemuda lainnya, dan juga mengantisipasi perkembangan situasi terkini dalam mapun luar negeri.
Muktamar ke 15 NU dan Kongres V ANO 1940 di Surabaya merupakan gawe terakhir pra Kemerdekaan Indonesia. Maklum, perhelatan akbar ini berlangsung dalam suasana darurat perang (Staat van Beleg), setelah Nedherland diduduki Nazi Jerman.
*adaptasi dari berbagai sumber.
0 komentar:
Posting Komentar