ansorgenteng.blogspot.co.id

ansorgenteng.blogspot.co.id

Sabtu, 01 April 2017

Lebih Dekat dengan PP. Mambaul Huda, Tempat Musabaqah RMI-NU Banyuwangi 2017

Tegalsari, –  Masyarakat Krasak, Dusun Krajan 1 Desa Tegalsari mungkin tidak akan menyangka daerahnya yang dulu kala dipenuhi pohon, semak belukar, jauh dari keramaian, kini setiap harinya menjadi bising dan ramai dengan bangunan rumah-rumah yang sangat padat. Hal ini ternyata tidak lepas dari perkembangan pesat Pondok Pesantren Tua satu-satunya di daerah ini.
Adalah KH. Abdul Majid, pendiri Pondok Pesantren yang dinamakan Mambaul Huda. Kyai yang terkenal Sakti (Khariqul Adah, red) ini merintis pesantren sejak sebelum Indonesia merdeka. Dari hanya mengadakan Madrasah Diniyah, lalu berkembang menjadi pesantren yang terkenal di seluruh Banyuwangi. Salah satu bukti bahwa Kyai Abdul Majid sosok yang “istimewa” dan memiliki kelebihan dari manusia pada umumnya adalah prediksinya tentang keadaan di daerah krasak ini. Jauh hari sebelum dusun krasak ramai penduduk, Beliau sering berujar di dalam majelis-majelis pengajian bahwa suatu saat daerah ini akan menjadi pusat pendidikan yang sangat ramai, dan ucapannya terbukti. Saat ini Krasak sudah menjadi pusat pendidikan yang sangat Maju. Jenjang pendidikan dari Tingkat Taman Kanak-kanak, Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Aliyah, juga dua SMK (Negeri dan Swasta) berdiri megah di area Pondok Mambaul Huda. Beberapa kali Pesantren juga mengadakan kegiatan-kegiatan besar, terakhir adalah helatan Musabaqoh Antar Pondok Pesantren se-Kabupaten Banyuwangi yang diselenggarakan oleh Rabithah Ma’ahidil Islamiyah (RMI) NU Banyuwangi.
Sejarah Pondok Pesantren Mambaul Huda
Pesantren Mambaul Huda didirikan oleh KH Abdul Majid pada 17 Agustus 1944 di Desa Krasak, Tegalsari, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Lahir di Yogyakarta, pemuda Abdul Majid, yang sewaktu kecil bernama Slamet, memuarakan pengembaraan panjangnya dari Yogyakarta ke Krasak.
Krasak merupakan sebuah dusun sepi penuh bambu yang jauh dari perkembangan peradaban di Banyuwangi. Daerah itu kini acapkali disebut Kota Santri-nya Banyuwangi lantaran banyak jumlah pesantren yang ada di wilayah ini.
Di dusun kecil inilah akhirnya KH Abdul Majid, biasa disapa Mbah Dul, menetap dan menyebarkan ilmu kepada masyarakat luas. Maka berdirilah Pesantren Mambaul Huda yang menyebarkan hikmah ke berbagai wilayah. Di pesantren ini pula, masyarakat berduyun-duyun datang sebagai santri, berkumpul dan ngangsu kawruh agama, mencari hikmah Tuhan untuk menuju hidup yang memiliki arti dan nilai lebih.
Kepada para santrinya, Mbah Dul senantiasa mengajarkan sembilan prinsip hidup  dengan “Sembilan Kata Mutiara Hikmah.” Prinsip-prinsip hidup tersebut yaitu:  patheng (rajin), temen (jujur) gemi (hemat), setiti (waspada), ngati-ngati (berhati-hati), guyub (kompak), rukun, loman (dermawan), welas sak podho-podho (menyayangi sesama).
Mulai PAUD hingga MA Unggulan
Di awal masa berdirinya, Mamba’ul Huda kecil layaknya pesantren tradisional umumnya yang juga mengalami pasang-surut hingga pada tahun 1970 Mamba’ul Huda bisa berdiri tegak. Dengan dibantu oleh generasi kedua pasca pendiri, pesantren ini kini menjadi tumbuh dan berkembang.
Para generasi penerus Mbah Dul lantas membentuk unit-unit kegiatan yang relevan dengan kebutuhan santri dan pesantren. Itu antara lain, Madrasah Diniyah Miftahul Huda yang menjadi unit formal pertama yang dibangun tahun 1954. Menyusul kemudian MI, TK, MTs Mamba`ul Huda (1989), SMK Negeri (2005), PAUD Madrasah Aliyah (MA) Unggulan Mamba`ul Huda (2009) serta lembaga-lembaga lainnya.
Karena unit-unit terus bertambah dan berkembang, maka dibentuklah Yayasan Pondok Pesantren Mamba`ul Huda (YPPMH) pada 14 Rajab 1408 H (29 Maret 1988). Dengan berdirinya yayasan, maka unit-unit yang ada di lingkungan PPMH menjadi unit-unit yayasan. Pemangku-pemangku ini tak lain adalah putra-putri Mbah Dul sendiri. Pada masing-masing unit semua santri diajarkan mengaji dan mengkaji Alqur’an, kitab kuning dan ketrampilan usaha.
Selain lembaga formal di bawah naungan kementerian agama dan kementrian nasional di atas, Mamba’ul Huda juga menyediakan Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat yakni Kejar Paket A, Kejar Paket B dan Kejar Paket C. Merupakan pusat pendidikan yang disediakan untuk masyarakat yang tidak menyelesaikan sekolah formalnya.
Selain lembaga pendidikan, pesantren ini juga dilengkapi dengan Mamba’ul Huda Health Care Center (HCC) yang menyediakan Pos Kesehatan Pesantren sebagai layanan kesehatan santri, Kopontren Kusma (Koperasi Usaha Mamba’ul Huda) dan berbagai kursus keterampilan.
Pertahankan Ciri Khas Pesantren
Kendati ada pendidikan formal dan berkembang pesat, pesantren Mamba`ul Huda tetap mempertahankan ciri khas sebagai lembaga pesantren yakni dengan mengajarkan kitab-kitab kuning, baik itu dengan metode sorogan maupun bandongan.
Dengan banyaknya lembaga pendidikan formal yang diamanatkan kepada Mamba’ul Huda ini, pesantren tetap mewajibkan santri untuk mengikuti pendidikan Diniyah sebagai supply keagamaannya. Dimana madrasah yang mempunyai tiga tingkat; Ula, Wustha dan ‘Ulya ini, santri diajarkan ilmu alat meliputi Nahwu, Sharaf, dan Bahasa Arab, ilmu praktek seperti Fikih, Ushul Fikih, Tafsir, dan Hadis, serta ilmu dasar keagamaan seperti Akidah Akhlak, Ilmu Kalam dan lain sebagainya.
Jumlah santrinya saat ini mencapai sebanyak 1000 lebih santri yang belajar di pesantren ini. Para santri itu meliputi santri tetap dan santri kalong. Bahkan jaringan alumninya mencapai 6000 orang. Melihat pertumbuhan dan perkembangan pesantren ini sekarang membuat perannya di tengah masyarakat tidak bisa diabaikan begitu saja. Pesantren ini jelas punya peran penting dalam memajukan pendidikan, agama, manusia dan masyarakat di wilayah sekitarnya. (dir/nuob)
* Diambil dari berbagai sumber

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons | Re-Design by AnsorGenteng Online